Gemabangsa.id, Jambi -- Suryadi terpaksa mengirim surat penting yang ditujukan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Warga RT 08 Desa Bukit Baling, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muarojambi ini menduga adanya penyelewengan dan pelanggaran hukum serta kerugian negara yang ditimbulkan dari ganti rugi lahan
yang dilakukan PetroChina International Jabung Ltd kepada Abdul Wahab senilai Rp 1.868.880.000 pada tahun 2011. Pasalnya, lahan yang diklaim Abdul Wahab yang kini menjadi lokasi pengeboran # Ripah 18 milik PetroChina di Desa Pematang Lumut, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjungjabung Barat, bukan hak milik Abdul Wahab.
"Abdul Wahab bukan pemilik lahan yang sah, karena lahan milik saya. Bahkan Abdul Wahab sudah divonis bersalah oleh pengadilan terkait pemilikan lahan itu, melakukan tindak pidana menyuruh orang lain memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akte otentik. Tapi, bukan ini alasan utama saya berkirim surat ke BPK," kata Suryadi, Selasa (12/10/2021).
"Melainkan dugaan kerugiaan negara yang ditimbulkan dari pembayaran ganti rugi yang dilakukan PT PetroChina kepada Abdul Wahab. Saya yakin ada yang bermain dalam ganti rugi ini, apalagi dari uang Rp 1,8 miliar itu ada pegawai PetroChina yang mendapat uang ganti rugi tersebut. Inilah dasar saya kirim surat ke BPK, disamping mencari keadilan tentunya," sambungnya.
Dalam surat itu, Suryadi meminta
BPK RI melakukan audit investigasi dan menindak oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi atas penerimaan ganti rugi dari PetroChina Internation Jabung. Ltd senilai Rp. 1.868.880.000.
"Dalam surat, saya uraikan kronologis peristiwa yang telah terjadi dengan dilengkapi data-data yang dapat dipertangung jawabkan dan terbukti secara hukum," katanya.
Ada delalan fakta hukum yang disampaikan Suryadi dalam suratnya itu. Semuanya berdasarkan persidangan yang tidak terbantahkah lagi. Yakni akta otentik berupa Akta perdamaian No. 72/Pdt.G/2011/PN. Jbi dan surat-surat tanah yang diklaim Abdul Wahab adalah cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum. Kemudian Abdul Wahab tidak memiliki surat-surat asli atas hak tanah yang diklaimnya yang sekarang telah menjadi lokasi Pengeboran # Ripah 18 PT. PetroChina International Tanjung Jabung Ltd. Sehingga perbuatan tersebut sudah merugikan negara.
Terus berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (1) dan Pasal 67 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas, tanah yang telah diselesaikan oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 menjadi milik negara dan dikelola badan pelaksana kecuali tanah sewa.Yang dimaksud dengan kontraktor dalam hal ini adalah PT. PetroChina International Jabung ltd sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU Migas.
"Dengan demikian seluruh aset yang diganti rugi yang diterima Abdul Wahab oleh PT. PetroChina International Jabung Ltd, termasuk dalam kategori telah merugikan Negara. Karena telah cacat hukum setelah adanya Pengadilan Negeri Jambi Nomor : 732/Pid.B/2015/PN.JMB tertanggal 04 Februari 2015 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor : 17/PID/2016/PT.JMB tanggal 23 maret 2016," terang Suryadi.
Kemudian PT. PetroChina International Jabung Ltd selaku pihak perpanjangan tangan oleh negara untuk melakukan transaksi ganti rugi lahan sebesar sejumlah Rp. 1.868.880.000 terhadap Abdul Wahab dan kemudian uang tersebut dibagi-bagi Abdul Wahab. Terakhir Samsul Hidayat sebagai person yang mewakili PT. PetroChina International Jabung Ltd juga mendapat bagian dari uang ganti rugi sebesar Rp. 528.216.000.
"Jelas mencoreng nama baik PetroChina. Sedangkan Abdul Wahab hanya menerima bagian sebesar Rp. 360 juta dari Jumlah ganti rugi sejumlah 1.868.880.000," kata Suryadi.
"Sampai sekarang Abdul Wahab tidak dapat menunjukkan asli dari surat-surat sebagai dasar kepemilikannya atau menunjukan keberadaan asli dari surat-surat sebagai dasar kepemilikannya tersebut. Atas perbuatannya itu harusnya oknum yang terlibat diusut secara tuntas oleh penegak hukum," tambahnya.
Akta perdamaian antara pihak Abdul Wahab dengan PetroChina International Jabung ltd juga bertentangan dengan aturan. Sebab dilakukan di Pengadilan Negeri Jambi. Padahal sesuai ketentuan yurisdiksi Pengadilan Negeri Jambi tidak berwenang karena objek sengketa pada wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat. "Jadi harus dibatalkan perdamaian kedua belah pihak," tandasnya.(bos)